ibnchannel.id – Tidur mungkin tampak tidak lagi terhubung dengan dunia alami saat ini. Kehidupan kita kini dikendalikan oleh alarm, ponsel pintar, dan lampu-lampu di atas kepala – bukan oleh matahari terbit atau terbenam. Namun tubuh kita menyampaikan cerita yang berbeda.
Sebuah studi baru menemukan bahwa jam biologis internal dan jadwal tidur kita masih mengikuti irama sinar matahari, bahkan di dunia modern yang serba teknologi.
Para ilmuwan dari University of Michigan (U-M) menemukan bahwa ritme sirkadian kita tetap merespons perubahan musim terhadap cahaya siang hari.
Meskipun rutinitas harian kita dibentuk oleh pencahayaan buatan dan jadwal yang tidak menentu, siklus fajar dan senja masih meninggalkan jejaknya.
Bagaimana sinar matahari membentuk pola tidur kita
Penelitian ini memiliki implikasi besar bagi kesehatan mental dan fisik. Temuan ini menawarkan cara pandang baru terhadap gangguan afektif musiman (Seasonal Affective Disorder/SAD), yaitu bentuk depresi yang dipicu oleh perubahan musim.
“Manusia memang makhluk musiman, meskipun kita mungkin tidak ingin mengakuinya dalam konteks modern saat ini,” kata Ruby Kim, asisten profesor pascadoktoral matematika di U-M, seperti dilansir earth.com, Sabtu 31 Mei 2025.
“Panjang siang hari, jumlah cahaya matahari yang kita terima, benar-benar memengaruhi fisiologi kita,” sambungnya.
“Studi ini menunjukkan bahwa pola waktu musiman yang sudah tertanam secara biologis memengaruhi bagaimana kita menyesuaikan diri dengan perubahan jadwal harian.”
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara suasana hati dan seberapa baik tidur kita selaras dengan jam internal tubuh. Penelitian baru ini memperkuat temuan tersebut.
“Penelitian ini menunjukkan banyak potensi untuk temuan-temuan di masa depan,” kata Kim. “Hal ini mungkin memiliki implikasi yang lebih dalam bagi masalah kesehatan mental seperti suasana hati dan kecemasan, namun juga berkaitan dengan kondisi metabolik dan kardiovaskular.”
Masalah tidur yang diwariskan
Penelitian ini juga mengungkap sesuatu yang lain: faktor genetik. Respons kita terhadap perubahan panjang siang hari kemungkinan sebagian diturunkan secara genetik. Hal ini bisa menjelaskan mengapa beberapa orang merasa baik-baik saja setelah pergantian waktu, sementara yang lain kesulitan beradaptasi selama berminggu-minggu.
Daniel Forger, yang memimpin studi-studi tidur sebelumnya, adalah profesor matematika di U-M dan direktur Michigan Center for Applied and Interdisciplinary Mathematics.
“Bagi sebagian orang, mereka mungkin bisa beradaptasi lebih baik, tetapi bagi yang lain bisa jadi jauh lebih buruk,” ujarnya.
Memahami bagaimana faktor genetik ini berperan akan membutuhkan waktu lebih lama. Namun temuan ini membuka pintu untuk memahami mengapa beberapa orang lebih rentan terhadap gangguan tidur dibandingkan yang lain. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tubuh kita mungkin tidak hanya diatur oleh satu jam tidur-bangun saja.
“Banyak orang cenderung menganggap ritme sirkadian mereka sebagai satu jam utama,” kata Forger. “Yang kami tunjukkan adalah sebenarnya bukan hanya satu jam, tapi ada dua. Satu berusaha mengikuti fajar, dan yang lainnya mengikuti senja, dan keduanya saling berkomunikasi.”***





